Share/Save/Bookmark
SELAMAT DATANG SEMOGA BLOG INI BERMANFAAT BAGI ANADA

Jumat, 26 Maret 2010

Biografi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab

Biografi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab

A. Nasab Beliau
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab (1115 - 1206 H/1701 - 1793 M); nama lengkap: Syeikh al-Islam al-Imam Muhammad bin Abdul Wahab bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid bin Barid bin Muhammad bin al-Masyarif at-Tamimi al-Hambali an-Najdi adalah seorang ahli teologi agama Islam dan seorang tokoh pemimpin gerakan salafiah yang pernah menjabat sebagai menteri penerangan Kerajaan Arab Saudi.


B. Pergerakan Beliau
Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab berusaha membangkitkan kembali pergerakan perjuangan Islam mengembalikan ajaran-ajaran tauhid ke dalam Islam dan kehidupan yang murni menurut sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau mengikat perjanjian dengan Muhammad bin Saud, seorang pemimpin suku di wilayah Najd. Sesuai kesepakatan, Ibnu Saud ditunjuk sebagai pengurus administrasi politik sementara Ibnu Abdul Wahhab menjadi pemimpin spiritual.
C. Kehidupan dan Pendidikan Beliau
Masa Kecil Beliau
Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab dilahirkan pada tahun 1115 H (1701 M) di kampung Uyainah (Najd), lebih kurang 70 km arah barat laut kota Riyadh, ibukota Arab Saudi sekarang. Ia tumbuh dan dibesarkan dalam kalangan keluarga terpelajar. Ayahnya adalah seorang tokoh agama di lingkungannya. Sedangkan kakeknya adalah seorang qadhi (mufti besar), tempat di mana masyarakat Najd menanyakan segala sesuatu masalah yang bersangkutan dengan agama.
Sebagaimana lazimnya keluarga ulama, maka Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab sejak masih kanak-kanak telah dididik dengan pendidikan agama, yang diajar sendiri oleh ayahnya, Syeikh Abdul Wahhab. Berkat bimbingan kedua orangtuanya, ditambah dengan kecerdasan otak dan kerajinannya, Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab berhasil menghafal 30 juz al-Quran sebelum ia berusia sepuluh tahun. Setelah itu, beliau diserahkan oleh orangtuanya kepada para ulama setempat sebelum akhirnya mereka mengirimnya untuk belajar ke luar daerah
Setelah mencapai usia dewasa, Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab diajak oleh ayahnya untuk bersama-sama pergi ke tanah suci Mekkah untuk menunaikan rukun Islam yang kelima - mengerjakan haji di Baitullah. Ketika telah selesai menunaikan ibadah haji, ayahnya kembali ke Uyainah sementara Muhammad tetap tinggal di Mekah selama beberapa waktu dan menimba ilmu di sana. Setelah itu, ia pergi ke Madinah untuk berguru kepada ulama disana. Di Madinah, ia berguru pada dua orang ulama besar yaitu Syeikh Abdullah bin Ibrahim bin Saif an-Najdi dan Syeikh Muhammad Hayah al-Sindi.
Kehidupan Syeikh Muhammad di Madinah
Ketika berada di kota Madinah, ia mengira banyak umat Islam di sana yang tidak menjalankan syariat dan berbuat syirik, seperti mengunjungi makam Nabi atau makam seorang tokoh agama, kemudian memohon sesuatu kepada kuburan dan penguhuninya. Hal ini menurut dia sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang mengajarkan manusia untuk tidak meminta selain kepada Allah.
Hal ini membuat Syeikh Muhammad semakin terdorong untuk memperdalam ilmu ketauhidan yang murni (Aqidah Salafiyah). Ia pun berjanji pada dirinya sendiri, ia akan berjuang dan bertekad untuk mengembalikan aqidah umat Islam di sana sesuai keyakinannya, yaitu kepada akidah Islam yang menurutnya murni (tauhid), jauh dari sifat khurafat, tahayul, atau bidah. Untuk itu, ia pun mulai mempelajari berbagai buku yang di tulis para ulama terdahulu.
Belajar dan berdakwah di Basrah
Setelah beberapa lama menetap di Mekah dan Madinah, ia kemudian pindah ke Basrah. Di sini beliau bermukim lebih lama, sehingga banyak ilmu-ilmu yang diperolehinya, terutaman di bidang hadits dan musthalahnya, fiqih dan usul fiqhnya, serta ilmu gramatika (ilmu qawaid). Selain belajar, ia sempat juga berdakwah di kota ini.
Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab memulai dakwahnya di Basrah, tempat di mana beliau bermukim untuk menuntut ilmu ketika itu. Akan tetapi dakwahnya di sana kurang bersinar, karena menemui banyak rintangan dan halangan dari kalangan para ulama setempat.
Di antara pendukung dakwahnya di kota Basrah ialah seorang ulama yang bernama Syeikh Muhammad al-Majmu’i. Tetapi Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab bersama pendukungnya mendapat tekanan dan ancaman dari sebagian ulama yang bertentangan dengan beliau. Akhirnya beliau meninggalkan Basrah dan mengembara ke beberapa negeri Islam untuk menyebarkan ilmu dan pengalamannya.
Setelah beberapa lama, beliau lalu kembali ke al-Ihsa menemui gurunya Syeikh Abdullah bin `Abd Latif al-Ihsai untuk mendalami beberapa bidang pengajian tertentu yang selama ini belum sempat dipelajarinya. Di sana beliau bermukim untuk beberapa waktu, dan kemudian ia kembali ke kampung asalnya Uyainah.
Pada tahun 1139H/1726M, bapanya berpindah dari 'Uyainah ke Huraymilah dan dia ikut serta dengan bapanya dan belajar kepada bapanya. Tetapi beliau masih meneruskan tentangannya yang kuat terhadap amalan-amalan agama di Najd. Hal ini yang menyebabkan adanya pertentangan dan perselisihan yang hebat antara beliau dengan bapanya (serta penduduk-penduduk Najd). Keadaan tersebut terus berlanjut hingga ke tahun 1153H/1740M, saat bapanya meninggal dunia.
D. Dakwah Beliau
Awal Dakwah
Melihat keadaan umat islam yang sudah menyimpang dari aqidah islamiyyah, ia mulai merencanakan untuk menyusun sebuah barisan ahli tauhid sebagai gerakan memurnikan dan mengembalikan akidah Islam. Oleh lawan-lawannya, gerakan ini kemudian disebut dengan nama gerakan Wahabiyah.
Muhammad bin Abdul Wahab memulai pergerakan di kampungnya sendiri, Uyainah. Ketika itu, Uyainah diperintah oleh seorang Amir (penguasa) bernama Usman bin Muammar. Amir Usman menyambut baik ide dan gagasan Syeikh Muhammad, bahkan beliau berjanji akan menolong dan mendukung perjuangan tersebut.
Suatu ketika, Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab meminta izin pada Amir Uthman untuk menghancurkan sebuah bangunan yang dibangun di atas maqam Zaid bin al-Khattab. Zaid bin al-Khattab adalah saudara kandung Umar bin al-Khattab, Khalifah Rasulullah yang kedua. Karena hal itu bertentangan dengan sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan menjurus kepada kemusyrikan. Amir pun menyetujui usulan beliau tersebut dan member bantuan kepada beliau untuk merobohkan makam yang dikeramatkan itu.
Pergerakan Syeikh Muhammad tidak berhenti sampai disitu, ia kemudian menghancurkan beberapa makam berbahaya bagi ketauhidan. Hal ini untuk mencegah agar makam tersebut tidak dijadikan objek peribadatan oleh masyarakat Islam setempat.
Berita tentang pergerakan ini akhirnya tersebar luas di kalangan masyarakat Uyainah maupun di luar Uyainah.
Ketika pemerintah al-Ahsa' mendapat berita bahwa Muhammad bin'Abd al-Wahhab mendakwahkan pendapat, dan pemerintah 'Uyainah pula menyokongnya, maka kemudian memberikan peringatan dan ancaman kepada pemerintah'Uyainah. Hal ini rupanya berhasil mengubah pikiran Amir Uyainah. Ia kemudian memanggil Syeikh Muhammad untuk membicarakan tentang hal tersebut. Amir Uyainah berada dalam posisi serba salah saat itu, di satu sisi dia ingin mendukung perjuangan syeikh tapi di sisi lain ia tak berdaya menghadapi tekanan Amir al-Ihsa. Akhirnya, setelah terjadi perbincangan antara syeikh dengan Amir Uyainah, di capailah suatu keputusan: Syeikh Muhammad harus meninggalkan daerah Uyainah dan mengungsi ke daerah lain.
Dalam bukunya yang berjudul Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahab,Da'watuhu Wasiratuhu, Syeikh Muhammad bin `Abdul `Aziz bin `Abdullah bin Baz, beliau berkata: "Demi menghindari pertumpahan darah, dan karena tidak ada lagi pilihan lain, di samping beberapa pertimbangan lainnya maka terpaksalah Syeikh meninggalkan negeri Uyainah menuju negeri Dariyah dengan menempuh perjalanan secara berjalan kaki seorang diri tanpa ditemani oleh seorangpun. Ia meninggalkan negeri Uyainah pada waktu dini hari, dan sampai ke negeri Dariyah pada waktu malam hari." (Ibnu Baz, Syeikh `Abdul `Aziz bin `Abdullah, m.s 22)
Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab kemudian pergi ke negeri Dar’iyah.
Dakwah Syeikh Muhammad di Dariyah
Sesampainya Syeikh Muhammad di sebuah kampung wilayah Dariyah, yang tidak berapa jauh dari tempat kediaman Amir Muhammad bin Saud (pemerintah negeri Dar’iyah), Syeikh menemui seorang penduduk di kampung itu, orang tersebut bernama Muhammad bin Sulaim al-`Arini. Bin Sulaim ini adalah seorang yang dikenal soleh oleh masyarakat setempat. Syeikh kemudian meminta izin untuk tinggal bermalam di rumahnya sebelum ia meneruskan perjalanannya ke tempat lain. Pada awalnya ia ragu-ragu menerima Syeikh di rumahnya, karena suasana Dariyah dan sekelilingnya pada waktu itu tidak aman. Namun, setelah Syeikh memperkenalkan dirinya serta menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke negeri Dar’iyah, yaitu hendak menyebarkan dakwah Islamiyah dan membenteras kemusyrikan, barulah Muhammad bin Sulaim ingin menerimanya sebagai tamu di rumahnya.
Peraturan di Dariyah ketika itu mengharuskan setiap pendatang melaporkan diri kepada pihak berkuasa setempat, maka pergilah Muhammad bin Sulaim menemui Amir Muhammad untuk melaporkan kedatangan Syeikh Abdul Wahab yang baru tiba dari Uyainah serta menjelaskan maksud dan tujuannya kepada beliau. Namun mereka gagal menemui Amir Muhammad yang saat itu tidak ada di rumah, mereka pun menyampaikan pesan kepada amir melalui istrinya.
Istri Ibnu Saud ini adalah seorang wanita yang soleh. Maka, tatkala Ibnu Saud mendapat giliran ke rumah isterinya ini, sang istri menyampaikan semua pesan-pesan itu kepada suaminya. Istrinya tersebut lalu memberi dukungan agar suaminya menerima beliau sebagai seorang ulama, juru dakwah yang mengajak masyarakat kepada agama Allah, berpegang teguh kepada Kitabullah dan Sunnah RasulNya ‘alaihi sholatu was salam. Setelah itu Ibnu sa’ud menerima syeikh dan menyambut kedatangan beliau dengan penuh gembira dan menjamin keselamatan dan keamanan Syeikh dalam menyampaikan dakwahnya kepada masyarakat Dariyah demi kejayaan dakwah Islamiyah yang beliau rencanakan, berjuang demi meninggikan agama Allah dan menghidupkan sunnah RasulNya sehingga Allah memenangkan perjuangan tersebut.
Ternyata apa yang diikrarkan oleh Amir Ibnu Saud itu benar-benar ditepatinya. Ia bersama Syeikh seiring sejalan, bahu-membahu dalam menegakkan kalimah Allah, dan berjuang di jalanNya.
Nama Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab dengan ajaran-ajarannya itu sudah begitu terdengar di kalangan masyarakat, baik di dalam negeri Dariyah maupun di negeri-negeri tetangga. Masyarakat luar Dariyah pun berduyun-duyun datang ke Dariyah untuk menetap dan tinggal di negeri ini, sehingga negeri Dariyah penuh sesak dengan kaum muhajirin dari seluruh pelosok tanah Arab. Ia pun mulai membuka madrasah dengan menggunakan kurikulum yang menjadi teras bagi rencana perjuangan beliau, yaitu bidang pengajian Aqaid al-Qur’an, tafsir, fiqh, usul fiqh, hadith, musthalah hadith, gramatikanya dan lain-lain.
Dalam waktu yang singkat saja, Dariyah telah menjadi kiblat ilmu dan kota pelajar penuntut Islam. Para penuntut ilmu, tua dan muda, berduyun-duyun datang ke negeri ini. Di samping pendidikan formal (madrasah), diadakan juga dakwah yang bersifat terbuka untuk semua lapisan masyarakat umum. Gema dakwah beliau begitu membahana di seluruh pelosok Dariyah dan negeri-negeri jiran yang lain. Kemudian, Syeikh mula menegakkan jihad, menulis surat-surat dakwahnya kepada tokoh-tokoh tertentu untuk bergabung dengan barisan Muwahhidin yang dipimpin oleh beliau sendiri. Hal ini dalam rangka pergerakan pembaharuan tauhid demi membasmi syirik, bidah dan khurafat di negeri mereka masing-masing. Untuk langkah awal pergerakan itu, beliau memulai di negeri Najd. Ia pun mula mengirimkan surat-suratnya kepada ulama-ulama dan penguasa-penguasa di sana.
Berdakwah Melalui Surat-menyurat
Syeikh menempuh pelbagai macam dan cara, dalam menyampaikan dakwahnya, sesuai dengan keadaan masyarakat yang dihadapinya. Di samping berdakwah melalui lisan, beliau juga tidak mengabaikan dakwah secara pena dan pada saatnya juga jika perlu beliau berdakwah dengan besi (pedang).
Maka Syeikh mengirimkan suratnya kepada ulama-ulama Riyadh dan para umaranya, yang pada ketika itu adalah Dahkan bin Dawwas. Surat-surat itu dikirimkannya juga kepada para ulama dan penguasa-penguasa. Ia terus mengirimkan surat-surat dakwahnya itu ke sleuruh penjuru Arab, baik yang dekat ataupun jauh. Di dalam surat-surat itu, beliau menjelaskan tentang bahaya syirik yang mengancam negeri-negeri Islam di seluruh dunia, juga bahaya bid’ah, khurafat dan tahyul.
Berkat hubungan surat menyurat Syeikh terhadap para ulama dan umara dalam dan luar negeri, telah menambahkan kemasyhuran nama Syeikh sehingga beliau disegani di antara kawan dan lawannya, hingga jangkauan dakwahnya semakin jauh berkumandang di luar negeri, dan tidak kecil pengaruhnya di kalangan para ulama dan pemikir Islam di seluruh dunia, seperti di Hindia, Indonesia, Pakistan, Afganistan, Afrika Utara, Maghribi, Mesir, Syria, Iraq dan lain-lain.
Demikianlah banyaknya surat-menyurat di antara Syeikh dengan para ulama di dalam dan luar Jazirah Arab, sehingga menjadi dokumen yang amat berharga sekali. Akhir-akhir ini semua tulisan beliau, yang berupa risalah, maupun kitab-kitabnya, sedang dihimpun untuk dicetak dan sebagian sudah dicetak dan disebarkan ke seluruh pelosok dunia Islam, baik melalui Rabithah al-`Alam Islami, maupun terus dari pihak kerajaan Saudi sendiri ( di masa mendatang). Begitu juga dengan tulisan-tulisan dari putera-putera dan cucu-cucu beliau serta tulisan-tulisan para murid-muridnya dan pendukung-pendukungnya yang telah mewarisi ilmu-ilmu beliau. Di masa kini, tulisan-tulisan beliau sudah tersebar luas ke seluruh pelosok dunia Islam.
Dengan demikian, jadilah Dar’iyah sebagai pusat penyebaran dakwah kaum Muwahhidin (gerakan pemurnian tauhid) oleh Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab yang didukung oleh penguasa Amir Ibnu Saud. Kemudian murid-murid keluaran Dar’iyah pula menyebarkan ajaran-ajaran tauhid murni ini ke seluruh pelusuk negeri dengan cara membuka sekolah-sekolah di daerah-daerah mereka.
Untuk mencapai tujuan pemurnian ajaran agama Islam, Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab telah menempuh pelbagai macam cara. Kadangkala lembut dan kadangkala kasar, sesuai dengan sifat orang yang dihadapinya. Ia mendapat pertentangan dan perlawanan dari kelompok yang tidak menyenanginya karena sikapnya yang tegas dan tanpa kompromi, sehingga lawan-lawannya membuat tuduhan-tuduhan ataupun pelbagai fitnah terhadap dirinya dan pengikut-pengikutnya.
Musuh-musuhnya pernah menuduh bahwa Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab telah melarang para pengikutnya membaca kitab fiqh, tafsir dan hadith. Malahan ada yang lebih keji, yaitu menuduh Syeikh Muhammad telah membakar beberapa kitab tersebut, serta menafsirkan Al Qur’an menurut kehendak hawa nafsu sendiri.
Apa yang dituduh dan difitnah terhadap Syeikh Ibnu `Abdul Wahab itu, telah dijawab dengan tegas oleh seorang pengarang terkenal, yaitu al-Allamah Syeikh Muhammad Basyir as-Sahsawani, dalam bukunya yang berjudul Shiyanah al-Insan di halaman 473. Bantahan pun telah di ungkapkan oleh Syeikh sendiri bahwa aqidah dan manhaj yang beliau anut, ialah mazhab Ahli Sunnah wal Jamaah,memurnikan agama islam dari ha;- hal yang bertentangan dari prinsip dasar islam sebagai tuntunan yang dipegang oleh para Imam Muslimin, seperti Imam-imam Mazhab empat dan pengikut-pengikutnya sampai hari kiamat.
Tantangan Dakwah Beliau dan Pemecahannya
Sebagaimana lazimnya, seorang pemimpin besar dalam suatu gerakan perubahan , maka Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab pun tidak lepas dari sasaran permusuhan dari pihak-pihak tertentu, baik dari dalam maupun dari luar Islam, terutama setelah Syeikh menyebarkah dakwahnya dengan tegas melalui tulisan-tulisannya, berupa buku-buku mahupun surat-surat yang tidak terkira banyaknya. Surat-surat itu dikirim ke segenap penjuru negeri Arab dan juga negeri-negeri Ajam (bukan Arab).
Tentangan maupun permusuhan yang menghalang dakwahnya, muncul dalam dua bentuk:
1. Permusuhan atau tentangan atas nama ilmiyah dan agama,
2. Atas nama politik yang berselubung agama.
Bagi yang terakhir, mereka memperalatkan golongan ulama tertentu, demi mendukung kumpulan mereka untuk memusuhi dakwah beliau.
Mereka menuduh dan memfitnah Syeikh sebagai orang yang sesat lagi menyesatkan, sebagai kaum Khawarij, sebagai orang yang ingkar terhadap ijma’ ulama dan pelbagai macam tuduhan buruk lainnya.
Namun Syeikh menghadapi semuanya itu dengan semangat tinggi, dengan tenang, sabar dan beliau tetap melancarkan dakwah bil lisan dan bil hal, tanpa mempedulikan celaan orang yang mencelanya.
Pada hakikatnya ada tiga golongan musuh-musuh dakwah beliau:
1. Golongan ulama khurafat, yang mana mereka melihat yang haq (benar) itu batil dan yang batil itu haq. Mereka menganggap bahwa mendirikan bangunan di atas kuburan lalu dijadikan sebagai masjid untuk bersembahyang dan berdoa di sana dan mempersekutukan Allah dengan penghuni kubur, meminta bantuan dan meminta syafaat padanya, semua itu adalah agama dan ibadah. Dan jika ada orang-orang yang melarang mereka dari perbuatan jahiliyah yang telah menjadi adat tradisi nenek moyangnya, mereka menganggap bahwa orang itu membenci auliya’ dan orang-orang soleh, yang bererti musuh mereka yang harus segera diperangi.
2. Golongan ulama taashub, yang mana mereka tidak banyak tahu tentang hakikat Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab dan hakikat ajarannya. Mereka hanya taqlid belaka dan percaya saja terhadap berita-berita negatif mengenai Syeikh yang disampaikan oleh kumpulan pertama di atas sehingga mereka terjebak dalam perangkap Ashabiyah (kebanggaan dengan golongannya) yang sempit tanpa mendapat kesempatan untuk melepaskan diri dari belitan ketaashubannya. Lalu menganggap Syeikh dan para pengikutnya seperti yang diberitakan, yaitu; anti Auliya’ dan memusuhi orang-orang shaleh serta mengingkari karamah mereka. Mereka mencaci-maki Syeikh habis-habisan dan beliau dituduh sebagai murtad.
3. Golongan yang takut kehilangan pangkat dan jawatan, pengaruh dan kedudukan. Maka golongan ini memusuhi beliau supaya dakwah Islamiyah yang dilancarkan oleh Syeikh yang berpandukan kepada aqidah Salafiyah murni gagal karena ditelan oleh suasana hingar-bingarnya penentang beliau.
Demikianlah tiga jenis musuh yang lahir di tengah-tengah nyalanya api gerakan yang digerakkan oleh Syeikh dari Najd ini, yang mana akhirnya terjadilah perang perdebatan dan polemik yang berkepanjangan di antara Syeikh di satu pihak dan lawannya di pihak yang lain. Syeikh menulis surat-surat dakwahnya kepada mereka, dan mereka menjawabnya. Demikianlah seterusnya.
Perang pena yang terus menerus berlangsung itu, bukan hanya terjadi di masa hayat Syeikh sendiri, akan tetapi berterusan sampai kepada anak cucunya. Di mana anak cucunya ini juga ditakdirkan Allah menjadi ulama.
Merekalah yang meneruskan perjuangan al-maghfurlah Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab, yang dibantu oleh para muridnya dan pendukung-pendukung ajarannya. Demikianlah perjuangan Syeikh yang berawal dengan lisan, lalu dengan pena dan jiwa, telah didukung sepenuhnya oleh Amir Muhammad bin Saud, penguasa Dar’iyah.
E. Wafatnya Beliau
Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab telah menghabiskan waktunya selama 48 tahun lebih di Dar’iyah. Keseluruhan hidupnya diisi dengan kegiatan menulis, mengajar, berdakwah dan berjihad serta mengabdi sebagai menteri penerangan Kerajaan Saudi di Tanah Arab. Syeikh Muhammad bin Abdulwahab berdakwah sampai usia 92 tahun, beliau wafat pada tanggal 29 Syawal 1206 H, bersamaan dengan tahun 1793 M, dalam usia 92 tahun. Jenazahnya dikebumikan di Dar’iyah (Najd).

F. Penutup
Demikianlah Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab dalam dakwah dan jihadnya telah memanfaatkan lisan, pena serta jiwanya seperti yang dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam sendiri, di waktu baginda mengajak kaum Quraisy kepada agama Islam pada waktu dahulu. Yang demikian itu telah dilakukan terus menerus oleh Syeikh Muhammad selama lebih kurang 48 tahun tanpa berhenti, yaitu dari tahun 1158 Hinggalah akhir hayatnya pada tahun 1206 H.
Readmore »» Biografi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab

Kamis, 25 Maret 2010

CERPEN

Tukang Becak Naik Haji

Siang yang panas, cuaca siang itu begitu cerah, tanpa ada awan yang menutupi sinar matahari di kota Wates. Pak Sholih dengan semangatnya mengayuh becaknya yang telah menemaninya, lebih kurang 20 tahun dalam kehidupannya sebagai kepala kelurga.
Pak Sholih adalah seorang tukang becak yang bisa dikatakan sesuai dengan namanya yaitu Sholih ( Mungkin orang tuanya juga berharap anaknya menjadi orang yang Sholih dengan pemberian nama seperti itu) Di samping kesibukannya sebagai tukang becak, untuk memenuhi kewajibanya sebagai kepala keluarga, ia selalu meluangkan waktunya untuk mengikuti pengajian- pengajian umum yang diadakan di sekitar daerahnya. Ia biasa mengikuti kajian hari ahad pagi dan malam kamis di setiap minggunya.
Pak Sholih juga memiliki kelebihan dari pada tukang-tukang becak pada umumnya. Ia tidak pernah ketinggalan untuk sholat lima waktu pada setiap harinya, tidak seperti tukang becak yang lainnya yang cenderung melalaikan sholat dengan mengatakan “ Ya setelah hidup saya cukup saya akan mulai sholat, wong orang Sholat aja tidak kaya-kaya”. Berbeda dengan Pak Sholih, apabila beliau mendengarkan adzan dia langsung menuju mushola di dekatnya lalu membuka laci becaknya yang ia gunakan untuk menyimpan alat sholat miliknya.
Hari itu hari jum’at, seperti biasa Pak Sholih mangkal di depan stasiun wates, tempat biasa beliau mangkal, untuk mencari pengguna jasanya. Tiba- tiba ada seorang ibu-ibu dan anaknya menghampirinya.
Maaf Pak, bisa mengantar saya pulang? tanya ibu itu kepada Pak Sholih.
Oh, bisa Bu. Mau diantar kemana?” jawab Pak Sholih.
“ Saya mau pulang ke Kelegen” jawab ibu itu.
“ Oh Kelegen, ya akan saya antarkan. Silakan naik!” jawab Pak Sholih.
Lalu ibu tersebut dan kedua anaknya naik ke becak Pak Sholih. Kebetulan Ibu itu adalah seorang istri dari dokter terkenal di daerahnya. Berhubung suaminya tidak bisa menjemput, maka ia memutuskan naik becak saja, sambil merasakan nikmatnya naik becak.
Setelah beberapa saat, sampailah Pak Sholih di depan rumah ibu tadi.
“ Sudah sampai Bu” kata Pak Sholih.
“ Oh ya Pak ini rumah saya. Terima kasih Pak. Lalu berapa onngkosnya?’ Tanya ibu tersebut.
“ Sudah Bu, disimpan saja!” jawab Pak Sholih.
“ Loh, kenapa Pak, kan saya sudah menggunakan jasa Bapak. Sudah seharusnya saya memberikan upah kepada Bapak” jawab ibu tersebut.

Lalu Pak Sholih menjelaskan bahwa setiap hari jum’at ia memilki tekad bahwa siapa saja yang naik becaknya pada hari itu, maka ia tidak akan menerima bayarannya sebagai infaq baginya. Maka Ibu tersebut pun menghargai keinginan Pak Sholih tersebut sambil terbesit rasa kagum dalam hatinya. Ia kagum karena ternyata orang yang tergolong seperti Pak Sholih bisa memikirkan akhirat yang bahkan ia sebagai orang kecukupan bahkan lebih terkadang lupa hal tersebut.
Malamnya ibu yang naik becak Pak Sholih tersebut menceritakan pada suaminya tentang kejadian siang tadi. Suaminya pun terkagum-kagum dengan sosok Pak Sholih. Setelah beberapa lama diskusi maka bapak dan ibu tersebut bersepakat untuk mencari pak Sholih dan mau memberikan apa yang diinginkan Pak Sholih.
Pada hari berikutnya Pak Dokter dan istrinya pergi ke stasiun untuk mencari pak sholih. Sesampainya di sana ternyata ibu tersebut tidak menemukan pak sholih lalu ia bertanya pada tukang becak yang lainya. Dimana tempat tinggal Pak Sholih. Lalu Pak Dokter dan istrinya tadi diberitahu rumah Pak Sholih.
Sorenya ia berkunjung ke rumah pak sholih. Pak sholih pun agak bingung, tidak biasanya ada mobil mewah datang kerumahnya. Setelah bertemu ia ingat bahwa yang datang terrnyata ibu yang perrnah ia antar.
Setelah perbincangan panjang Pak dokter dan istrinya tersebut mengutarakan maksud kedatangannya. Pak Sholih pun mengutarakan cita-citanya bahwa ia ingin berhaji. Lalu Bpk Dokter dan Istrinya tadi pun memenuhi keinginan Pak Sholih dengan membiayai haji Pak Sholih dan menanggung biaya keluarganya ketika ia berangkat ke tanah suci. Pak sholih pun sangat berterima kasih kepada keduanya atas segala kebaikan yang diberikan keduanya.
Pak Sholih pun berangkat haji pada tahun itu pula. Sepulang dari haji ia pun tetap melaksanakan aktifitasnya sebagai tukang ojek dan ia tidak sombong pada yang lainnya. Bahkan ia makin rajin dalam beribadah, mengikuti pengajian-pengajian dan hal-hal keagaman yang lainnya.

Semenjak kejadian itu pun Pak Dokter dan istrinya juga semakin memperdalam agama. Bahkan mereka berdua tidak jarang bertanya pada Pak Sholih tentang masalah-masalah agama dan terkadang pak sholih mengajak keduanya untuk ikut pengajian rutin yang biasa ia hadiri. Semenjak itu Pak Sholih, Bpk Dokter dan Istrinya itu pun semakin akrab.

Readmore »» CERPEN

Jumat, 19 Maret 2010

Tiga Landasan Utama

TIGA lANDASAN UTAMA YANG HARUS DIPELAJARI SUNGGUH2 oleh setiap muslim dan muslimah adalah pengenalan seorang hamba pada Rabnya (Tuhannya), agama dan Nabinya yaitu Nabi Muhammad Sholallahu 'alaihi Wa Sallam.
Readmore »» Tiga Landasan Utama

MUQODIMAH

Alhamdulillah, Wassholatu wasssalamu 'ala Rasulillah. Amma Ba'du.
Saya selaku pembuatblog ini merasa sangat bersyukur atas pemulaian pengerjaan bog ini, semoga blog ini bermanfaat bagi kita semua. Amin. Selaku manusia biasa mungkin masih banyak kekurangan  yang terdapat di blok ini, saya mohon nasehat dan dukunganya.
Readmore »» MUQODIMAH

About Me

Sulistyo
kulon Progo, DIY, Indonesia
Bismillah. saya adalah seorang tholabah di sebuah lembaga Dakwah di Indonesia,,,, berusaha untuk mencari ilmu yang diridhoi dan mencoba untuk menghilangkan common sense,,,, Mari belajar.
Lihat profil lengkapku

TRANSLETE

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified


this widget

TSN Al-JAWI

comment

Followers

 

Copyright © 2009 by TSN Al-JAWI